BAB I
Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi
Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi
1. Pengertian Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan
atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam
bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak,
sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut
pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum,
perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara
perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara
berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan
atau tindakan militer.
Filsuf Aristoteles menyatakan bahwa "Sebuah supremasi
hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang
merajalela
2. Tujuan dan Sumber-Sumber
Hukum
Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan
keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan
kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Hukum juga ditujukan untuk menjaga
dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun
tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang
sedang berlaku.
a. Sumber hukum dalam arti materiil
Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum. Terdiri
dari :
·
Stuktural ekonomi dan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat antara lain: kekayaan alam, susunan geologi,
perkembangan-perkembangan perusahaan dan pembagian kerja.
·
Kebiasaan yang telah membaku
dalam masyarakat yang telah berkembang dan pada tingkat tertentu ditaati sebagai
aturan tingkah laku yang tetap.
·
Hukum yang berlaku
·
Tata hukum negara-negara lain
·
Keyakinan tentang agama dan
kesusilaan
·
Kesadaran hukum
b. Sumber hukum dalam arti formil
Sumber hukum dalam arti formal, yaitu :
a.
Undang – Undang (Statute)
Yaitu suatu peraturan Negara
yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh
penguasa Negara.
b.
Kebiasaan (Costum)
Yaitu suatu perbuatan manusia
yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan
tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang
dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan
itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul
suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
c. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Pasal 22 A.B. menjelaskan bahwa seorang hakim mempunyai hak
untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan
demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang
dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat
peraturan sendiri.
- Traktat (Treaty)
- Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
3.
Kodifikasi Hukum
Kodifikasi Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum
tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Dari segi bentuknya, hokum dibedakan atas:
a.
Hukum Tertulis (statute law, written law),
yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
b.
Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten
law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak
tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum
kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
a.
Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka
diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk
kondifikasi. “Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan
hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini
diartikan sebagai peraturan”.
b.
Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut
permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
4. Kaidah / Norma
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh
lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat
melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan
pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi
denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
5. Pengertian Ekonomi dan Hukum
Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan
timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau
pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam
kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.
Hukum ekonomi pembangunan,
yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan
pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman
modal)
b.
Hukum ekonomi sosial, yaitu
seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil
pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia
(misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan)
Contoh hukum ekonomi :
1.
Jika harga sembako atau
sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut
merambat naik.
2.
Apabila pada suatu lokasi
berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat
murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di
sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3.
Jika nilai kurs dollar amerika
naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar
negeri akan bangkrut.
4.
Turunnya harga elpiji / lpg
akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar
negeri.
5.
Semakin tinggi bunga bank untuk
tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan
jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
BAB II
Subyek dan Obyek Hukum
1. Subyek
Hukum
Subyek hukum
ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam dunia hukum, subyek hukum
dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
a.
Manusia (naturlife
persoon)
Menurut hukum,
seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami.
Sejak lahir kita dianggap sudah sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai
hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Namun, ada beberapa
golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak
cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus
diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:
·
Anak yang masih dibawah umur,
belum dewasa, atau belum menikah.
·
Orang yang berada dalam
pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
b.
Badan Hukum (recht
persoon)
Badan hukum adalah suatu
badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "person"
oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan
perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian,
mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya.
Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak
adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman
penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
2. Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala
sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi
pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu
yang dapat menjadi obyek hak milik. Jenis Obyek Hukum Kemudian berdasarkan
pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2,
yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda
yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan
dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :1. Benda
bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang
tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut :
-
Benda bergerak karena sifatnya,
menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yangdapat dipindahkan, misalnya
meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohny aternak.
-
Benda bergerak karena ketentuan
undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda
bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik )
atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik ) atas benda bergerak,
dan saham-saham perseroan terbatas.
-
Benda tidak bergerak
a. Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala
sesuatu yang melekatdiatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan
patung.
b. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat
yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh
pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda
pokok.
c. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini
berwujud hak-hak atas benda- benda yang tidak bergerak misalnya hak
memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda
tidak bergerak dan hipotik.
Dengan
demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya
karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
-
Pemilikan (Bezit )
Dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam
pasal 1977KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik
(eigenaar ) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak
tidak demikian halnya.
-
Penyerahan (Levering )
Yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan
secara nyata (hand by hand ) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk
benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
-
Daluwarsa (Verjaring)
Yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa,
sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak
tersebut sedangkan untuk benda- benda tidak bergerak mengenal adanya
daluwarsa.
-
Pembebanan (Bezwaring)
Yakni terhadap benda bergerak dilakukan pand
(gadai,fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak
tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah
suatu benda yang dirasakanoleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan
kemudian dapat direalisasikan menjadi suatukenyataan, contohnya merk
perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
2.
Hak
Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Hutang
a.
Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan
umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata
dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada
baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan
hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta
kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang
memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan
benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang
masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk
didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila
telah memenuhi persyaratan antara lain :
-
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
-
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
c. Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan
khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik,
hak tanggungan, dan fidusia.
BAB III
Hukum Perdata
1. Hukum Perdata yang berlaku di
Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam
tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum
privat atau hukum perdata.
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia
adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang
pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan
biasa disingkat dengan BW.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada
tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan
berlaku Januari 1848. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2
aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda
tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru
berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum
perdata Indonesia.
2. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis
yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada
waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang
berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata)
dan Code de Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda(1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum
Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya
Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan
dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli
1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
· BW
[atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
· WvK
[atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van
Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang
disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
3.
Pengertian
dan Keadaan Hukum Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran
dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem
yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya
dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah
jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap
dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
nusantara.
4.
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia
Sistematika hukum di Indonesia menurut
ilmu pengetahuan hokum, terbagi ke dalam 4 kelompok, yaitu :
a.
Hukum Perorangan (Personenrecht)
Hukum perorangan adalah semua kaidah hukum yang
mengatur mengenai siapa saja yang dapat membawa hal dan kedudukannya dalam hokum.
Hukum perorangan terdiri dari :
a.
Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai
subyek hukum, kewenangan hukum, domisili, dan catatan sipil.
b.
Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk
memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
c.
Hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan
tersebut.
b.
Hukum Keluarga (Familierecht)
Yang mengatur hubungan abadi antara dua orang
yang berlainan jenis kelamin dan akibat-akibatnya. Hukum keluarga terdiri dari
:
d.
Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta
kekayaan antara suami/isteri.
e.
Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya.
f.
Perwalian
g.
Pengampunan
c.
Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht)
Semua kaidah hukum yang mengatur hak-hak yang
didapatkan pada orang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai uang.
Hukum harta kekayaan terdiri dari :
a.
Hak mutlak adalah hak-hak yang berlaku pada
semua orang
b.
Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku
pada pihak tertentu
d.
Hukum Waris (Erfrecht)
Hukum yang mengatur mengenai benda dan kekayaan
seseorang jika ia meninggal dunia.
Burgerlijk
Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan
sumber hukum perdata utama di Indonesia memiliki sistem yang berbeda terdiri
dari 4 buku, yaitu :
1.
Buku 1 tentang Orang (Van Personen)
2.
Buku II tentang Benda (Van Zaken)
3.
Buku III tentang Perikatan/peutangan (Van
Verbintenissen)
4.
Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa (Van Bewjis
en Verjaring)
BAB
IV
Hukum
Perikatan
1.
Pengertian
Perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu
perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang
hukumharta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta
dalam bidang hukum pribadi (personal law).
2.
Dasar
Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :
a.
Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
b.
Perikatan yang timbul dari undang-undang.
c.
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi
terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela (zaakwaarneming)
Sumber perikatan berdasarkan
undang-undang :
a.
Perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata)
Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
b.
Persetujuan (Pasal 1313 KUH Perdata)
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
c.
Undang-undang (Pasal 1352 KUH Perdata)
Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari
undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3.
Azas-azas dalam Hukum
Perikatan
Azas-azas
dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a. Asas Kebebasan
Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata
yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi
para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
b.
Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa
perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
4.
Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Apabila si
berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia
melakukan “wanprestasi”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat
macam :
a. Tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksankan apa yang
dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang
dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang
menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Mengenai
perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan,
jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu
harus lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan,
maka si berutang perlu diberikan waktu yang pantas.
Akibat yang
dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat macam, yaitu:
a. Membayar kerugian yang
diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi;
b. Pembatalan perjanjian
atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
c. Peralihan resiko;
d. Membayar biaya perkara,
kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
5.
Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal
1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
a. Karena pembayaran
b. Karena penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Karena adanya
pembaharuan hutang
d. Karena percampuran
hutang
e. Karena adanya pertemuan
hutang
f.
Karena
adanya pembebasan hutang
g. Karena musnahnya barang
yang terhutang
h. Karena kebatalan atau
pembatalan
i.
Karena
berlakunya syarat batal
j.
Karena lampau waktu
SUMBER
: