Kebijaksaan Pemerintah
Kebijaksanaan
Perekonomian Indonesia selama :
a. Periode
1966 – 1969
Kebijaksanaan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah
pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif
terutama dari faham-faham komunisme.
Titik berat pada
periode 1966-1969:
·
Penurunan tingkat inflasi
·
Proses produksi yang tidak efektif dan efisien
·
Penggunaan pendapatan yang lebih efektif dan efisien
untuk menunjang proses pembangunan
Kebijakan
perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969
Rencana pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969 ini disusun
berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat
dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor yang
menghambat atau kelemahannya antara lain:
·
Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang
lazim. Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
·
Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar
(Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif.
·
Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat
rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi”
Beberapa
kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
·
Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6
Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik
keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
·
Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno
memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963
pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan
kepegawaian.
·
Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun
nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola
moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam
mengelola moneter. (Suroso, 1994).
b. Periode
Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I
Untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I
Pangan,
sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja,
dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat
Pelita I
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang
perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor.
Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah
terhadap dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni
kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran
barang di dalam negeri.
Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor
pertanian serta industri yang (langsung) mendukung sektor pertanian
(misalnya pabrik pupuk dan alat alat pertanian).
c. Periode
Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang
mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah).
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja.
Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir
kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan
kredit investasi kecil (KIK).
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini
adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya
saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam
negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58
milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522
milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang
dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing
komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia
tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea
masuk komoditi impor lainnya.
Namun dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi
rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri
juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di
rehabilitasi dan di bangun.
d. Periode
Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita
III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta
menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi
yang stabil.
Isi Trilogi
Pembagunan adalah sebagai berikut:
·
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
·
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
·
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
e. Periode
Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju
swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan.
Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun
1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya
Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan
dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini
merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita
IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
Adapun contoh
dari kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pelita IV ini adalah sebagai
berikut:
Kebijakan Inpres
No. 5 tahun 1985, yakni meningkatkan ekspor non migas dan pengurangan biaya
tinggi dengan :
a)
Pemberantasan pungli
b)
Mempermudah prosedur kepabeanan
c)
Menghapus dan memberantas biaya siluman
Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM): mendorong sektor swasta dibidang ekspor dan
penanaman modal.
Paket Devaluasi 1986 : karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung
dengan kebijakan pinjaman luar negeri.
Paket Kebijakan 25 Oktober 1986 : deregulasi bidang perdagangan, moneter,
dan penanaman modal dengan cara :
a)
Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
b)
Proteksi produksi yang lebih efisien
c)
Kebijakan penanaman modal
Paket Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan efisiensi, inovasi, dan
produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke atas) guna meningkatkan
ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
·
Penyempurnaan dan penyederhanaan ketentuan impor
·
Pembebasan dan keringanan bea masuk
·
Penyempurnaan klasifikasi barang
Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah restrukturisasi bidang
ekonomi dalam rangka memperlancar perijinan (deregulasi).
Paket 27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk menggairahkan pasar
modal dan menghimpun dana masyarakat untuk biaya pembangunan.
Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni deregulasi dan
debirokratisasi bidang perdagangan dan hubungan laut.
Paket Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijakan dibidang
keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk
melakukan aktivitas yang lebih produktif, juga berisi mengenai deregulasi dalam
hal pendirian perusahaan asuransi.
f. Periode
Pelita V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada
pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri
khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak
menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang
dapat mengahsilkan mesin mesin industri.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama.
Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan
Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia
untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pengarahan pada pengawasan, pengendalian dan upaya produktif untuk
mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Tahap II, yakni kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Adapun kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal di sektor dalam negeri:
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral)
dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer,
atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang
diinginkan. Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh
stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan
uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti
menahan inflasi,
mencapai pekerja penuh atau lebih
sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement“, kapitalisasi untuk bank atau
bahkan bertindak sebagai peminjam
usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi
dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan
untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni
menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang
kemudian ditransfer pada sektor riil. Kebijakan moneter adalah upaya untuk
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan
tetap mempertahankan kestabilan harga.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha
mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar
inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Tujuan Kebijakan
Moneter
·
Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium
of exchange) dalam perekonomian.
·
Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan
likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
·
Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka
mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
·
Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang
tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
·
Menjaga kestabilan Ekonomi
Artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus
barang dan jasa yang tersedia.
·
Menjaga kestabilan Harga
Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang
beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
·
Meningkatkan kesempatan kerja
Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk
menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan
kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
·
Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat
Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang
masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.
Jenis-jenis
Kebijakan Moneter
·
Kebijakan
moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi
jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami
inflasi.
·
Kebijakan moneter longgar (easy money policy)
untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi
pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada
saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi
lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan
belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari
sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum.
Tindakan
pemerintah dalam mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
Macam-macam
kebijakan fiskal dalam ekonomi adalah:
-
Pajak langsung dan pajak tidak langsung
-
Pajak regresif, sebanding dan progresif
-
Penerimaan pemerintah, pengendali tingkat pengeluaran
masyarakat
-
Untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan
kekayaan masyarakat.
Adapun kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal di sektor luar negeri:
1. Kebijakan
Menekan Pengeluaran
Dilakukan dengan
cara mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara :
·
Menaikkan pajak pendapatan
·
Menaikkan tingkat bunga
·
Mengurangi pengeluaran pemerintah
2. Kebijakan
Memindahkan Pengeluaran
Cara Memaksa :
-
Mengenakan tarif dan atau kuota
-
Mengawasi pemakaian valuta asing
Rangsangan
Ekspor : mengurangi
pajak komoditi ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli dan
biaya siluman
-
Menstabilkan harga dan upah di dalam negeri
-
Melakukan devaluasi
g. Pelita
VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Titik
beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan
minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari
$0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya
adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor
Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung
sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu
berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang
politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh
pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi
partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas
seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui
memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di
akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat
dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan
Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi
Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
h. Pelita VI (1
April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke
yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997.
Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan
akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas
di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela,
Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun
perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan
(Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi
tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan
berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah
wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur,
dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya
perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian
Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi
pembangunan ekonomi selanjutnya.